Teknologi fuel cell yang masih tergolong baru diantara berbagai sumber energi alternatif yang ada saat ini, seperti baterai, aki, minyak bumi, gas alam, dan sebagainya. Apalagi untuk ukuran Saudi Arabia yang kaya dengan sumber energi fosil, fuel cell amatlah belum popular.
Kilasan sejarah tentang Fuel Cell dimulai tahun 1839 ketika prinsip pengubahan air menjadi hidrogen ditemukan Sir William Grove (Inggris). Pada tahun 1959 telah dibuat orang traktor dengan fuel cell, kemudian pesawat Apollo dengan misi ke bulan pun memanfaatkan tenaga dari fuel cell ini. Berikut tahun 1980 Inggris memanfaatkannya untuk teknologi kapal selam, dan seiring isu pemanasan global dan menipisnya cadangan energi, maka semenjak tahun 2000 banyak perusahaan otomotif mencurahkan riset pada pada Fuel Cell ini. Dan kini riset-riset tumbuh subur untuk mencapai kondisi optimal dari Fuel Cell.
Fuel cell adalah sel elektrokimia yang mengubah energi dari bahan bakar (fuel) menjadi energi listrik. Listrik dihasilkan dari reaksi kimia antara bahan bakar (yakni gas Hidrogen) dan oksidator (yakni oksigen dari udara), dan produk hasil reaksi ini adalah air murni ! Maka untuk mobil-mobil yang menggunakan fuel cell ini, hanyalah menghasilkan emisi air murni, bukan gas buang yang membuat polusi udara seperti CO, CO2 atau timbal.
Desain
Fuel cell disusun dari tiga komponen yand disusun berlapis : anoda, elektrolit dan katoda. Reaksi kimia terjadi pada interface dari ketiga bagian ini. Reaksi kimia ini menkonsumsi bahan bakar hidrogen dan menghasilkan air sebagai produk serta arus listrik yang siap pakai.
Di Anoda terdapat katalis yang mengoksidasi hidrogen yang masuk menjadi ion positif H+ dan elektron yang bermuatan negatif. Fungsi elektrolit sebagai media agar ion-ion bisa lewat tapi menghalangi elektron lewat. Nah, elektron ini terpaksa mengalir melalui kawat luar sambil membawa arus listrik.
Selanjutnya kisah perjalanan ion positif tadi adalah mereka melewati elektrolit menuju katoda. Begitu sampai di katoda, ion positif ini berjumpa lagi dengan elektron sebelumnya yang bergerak melalui kawat, plus adanya udara (oksigen) menggabungkan mereka semua menjadi air murni (H2O).
Fuel Cell biasa menghasilkan tegangan 0,6 V sampai 0,7 V. Untuk menghasilkan sejumlah energi yang dibutuhkan, fuel cell bisa digabungkan baik secara seri atau parallel. Fuel cell dapat bekerja terus menerus selama suplai gas Hidrogen dan Udara mengalir masuk. Fuel cell berbeda dengan baterai yang biasa kita pakai, dimana fuel cell mengkonsumsi pereaksi (hidrogen) dari sumber eksternal, sebaliknya baterai menyimpan energi listrik secara kimiawi.
Ada banyak sekali jenis fuel cell, diantaranya Metal hydride fuel cell, Electro-galvanic fuel cel;, Direct formic acid fuel cell (DFAFC), Zinc-air battery, Microbial fuel cel, , Upflow microbial fuel cell (UMFC) , Regenerative fuel cel, Direct borohydride fuel cell, Alkaline fuel cell, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan betapa digemarinya teknologi ini.
Fuel cell sangat berguna sebagai sumber Energi untuk lokasi yang jauh, seperti pesawat ruang angkasa, stasiun cuaca daerah terisolir, dan untuk keperluan militer. Fuel cell dapat dibuat padat dan ringan, tanpa ada bagian-bagian yang bergerak, dan tanpa ada mesin pembakaran.
Elektrolisis air untuk siklus Air – Listrik – Air
Umumnya saat ini, produksi hidrogen untuk keperluan umum masih dari gas alam. Hidrogen dihasilkan dari sumber fosil (seperti metana), namun sumber ini tidak dapat diperbaharui, dan lagipula metana dapat langsung digunakan sebagai sumber energi.
Daur lestari yang ideal untuk sistim fuel cell adalah ‘air- listrik – air’ yang memanfaatkan sumber listrik dari sumber energy terbarukan (renewable) yang bisa memproduksi hidrogen dari air. Elektrolisis adalah teknik penguraian senyawa air (H2O) menjadi oksigen (O2) dan hidrogen (H2) dengan menggunakan arus listrik.
Energi listrik dari panel sel surya atau kincir angin bisa digabungkan dengan alat elektrolisis.Dengan teknik ini, tak diperlukan lagi sumber gas alam untuk menghasilkan hidrogen, cukup adanya air saja, baik air laut maupun air tawar. Sehingga instalasi SPBU Hidrogen yang lestari itu bisa dari sinar matahari.
Gambar Panel sel surya di bagian atas menghasilkan hidrogen untuk bahan bakar bus
Negara Indonesia dengan terbentang di garis khatulistiwa menikmati durasi sinar matahari yang konstan, dan Saudi Arabia menikmati sinar matahari yang jauh lebih intensif, berikut area padang pasir yang luas. Kedua Negara ini tentu tidak mengalami kendala berarti untuk instalasi sel surya pada SPBU hydrogen seperti diatas.
Sumber : http://thariqsyamil.