Ilustrasi: pembangkit energi surya terbesar di dunia (354 Mw) di gurun Mojave-California
Pemerintah akan membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS ) terpusat dengan skala besar mencapai 100 Megawatt (MW). Guna merealisasikan hal tersebut, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) menggandeng perusahaan elektronik asal Jepang, Sharp Coporation. Sampai akhir tahun 2012 belum disebutkan kapan pembangkit surya di Bali tersebut mulai operasional ?
Direktur Jenderal EBTKE, Kardaya Warnika mengatakan setelah dilakukan penekenan nota kesepahaman (MoU) antara Ditjen EBTKE dengan Sharp, tahap selanjutnya yaitu melakukan uji kelayakan (feasibility study). “Setelah ini mulai besok, tim engineering mereka sudah mulai terjun ke lokasi, yang menjadi sasaran utama lokasinya adalah Bali,”ujar dia seusai Penandatanganan MoU antara Ditjen EBTKE dengan Sharp, Jumat, 02 Maret 2012.
Feasibility study tersebut, lanjut Kardaya, bertujuan guna mengetahui seberapa besar intensitas panas matahari di pulau dewata, kemudian durasi sinar matahari dan juga potensi pasar.”Alasan dipilih Bali karena untuk proyek ini karena memang sasarannya bagaimana daerah wisata bisa disuplai listrik dari energi baru terbarukan,paparnya.
Sebagai tahap awal, menurut Kardaya, sambil menunggu hasil feasibility study untuk kapasitas 100 MW ini, Sharp juga akan mengembangkan pembangkit surya dengan kapasitas kecil satu sampai dua megawatt. “Dalam FS untuk kapasitas 100 MW ini targetnya 1 tahun, tergantung kesediaan lokasi, sedangkan yang besar 6 bulan ,”kata Kardaya.
Kardaya menjelaskan, untuk proyek dengan Sharp ini sasarannya memang pembangkit tenaga surya berskala besar bukan skala kecil seperti Solar Home System (SHS) dan bukan tidak mungkin pemerintah juga akan mulai menggalakan penggunaan energi surya di Jakarta.
Terkait investasi, lebih lanjut dia menuturkan, untuk kapasitas per satu megawatt diperkirakan memebutuhkan investasi US$2,5-US$3 juta, sementara lahan yang dibutuhkan untuk per satu megawatt membutuhkan dua hektar are (ha).”Jadi kalau untuk mengembangkan yang 100 MW, kira-kira dibutuhkan lahan seluas 2 ha,”tandas Kardaya. Setelah Sharp memiliki pembangkit di Indonesia, pemerintah, sambung Kardaya, pemerintah juga akan mendesak perusahaan asal negeri Sakura itu juga memiliki pabrikan pendukung pengembangan proyeknya di Indonesia. “Kita jg dorong kalau sudah ada yang di bangun di Indonesia, komponennya harus dari pabrikan mereka di Indonesia,”tegasnya.
Lebih jauh Kardaya mengungkapkan, sebagai offtaker dari energi surya yang dikembangkan oleh Sharp ini adalah PT Perusahaan Listrik Negara (PLN persero) meskipun perseroan listrik tersebut sudah memiliki program mengembangkan PLTS di 100 pulau.”Konsepnya beda dengan program PLN, kalau PLN tujuannya melistriki daerah-daerah yang memang belum terjangkau listrik, tetapi kalau proyek Sharp ini sasaran bukan remote area,”katanya.
Sementara untuk harga jual listrik kepada PLN, tutur dia, pemerintah belum memutuskan mekanismenya.”Apakah akan seperti di Thailand sebagai awal harganya tinggi mencapai US$20 sen per kwh, kemudian lama-lama turun, opsi lain harganya flat. Nah ini yang belum kita putuskan,”tandasnya.
Kedepan, Kardaya mengungkapkan, target pemerintah meminimalkan pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar minyak (BBM) sekaligus mengembangkan pembangkit listrik berbahan bakar energi terbarukan di daerah yang kebutuhan listriknya besar tetapi sumber dayanya kecil.”Jika perlu pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar minyak dihentikan terutama di daerah-daerah remote yang selama ini masih banyak menggunakan diesel, negara-negara lain terutama negara maju seperti Jepang, airport nya saja sudah menggunakan solar cell surya, itu di pusat kota,”pungkasnya.Sumber: esdm.go.id
energi surya tidak perlu disimpan di baterai, tetapi masuk ke meter in-on ke jalur grid PLN. Dengan demikian biaya investasi yang besar di aki (dalam 2 tahun rusak dan harus diganti) dapat dikurangi dan penggunaan listrik dapat kontinyu dan lebih murah .PLN dapat biaya rutin abonemen dari pelanggan
PV Park Lieberose, Brandenburg, Germany. (terbesar ketiga di sdunia di tahun 2009) kapasitas 53 Mw dengan 700.000 solar panel untuk 15.000 rumah.Dibuat oleh Juwi group dengan kontrak lahan 20 tahun.
Produk Sel Surya dari Sharp
Lebih dari 50 tahun, SHARP telah melakukan pengembangan produk penghasil energi, di mulai pada pada tahun 1959, SHARP mulai melakukan pengembangan teknologi Solar sel-nya, pada tahun 1963 SHARP mulai memproduksi secara masal solar sel untuk beragam kebutuhan. Di tahun 1980 SHARP mulai melakukan penelitian dan pengembangan untuk Thin-film silicon Solar Cells.
Kini SHARP memproduksi kedua panel tersebut Thin-film and Crystalline solar modules. “Khusus Thin-film Solar memiliki fitur unik seperti menggunakan hanya 1 / 100 dari silikon, thin –film melalui proses yang lebih pendek dan tidak menganudung bahan berbahaya bagi lingkungan“ ucap Hiroshi Morimoto Group General Manager, Solar System Development Group Sharp Corporation Japan. Kondisi Indonesia yang memiliki sinar matahari di mana – mana dan sepanjang tahun membuat saya nantinya akan merekomendasikan teknologi ini untuk pasar Indonesia tambahnya.
Teknologi panel surya SHARP memiliki pengalaman untuk menawarkan solusi terbaik dalam meyelesaikan masalah energi. Produk panel surya SHARP mampu mengubah energi dari cahaya matahari menjadi energi tenaga listrik yang ramah lingkungan.
Pembangkit listrik tenaga surya adalah metode kompetitif dengan yang konvensional karena memiliki usia yang cukup panjang dalam penggunaannya, tidak ada bahan bakar yang dibutuhkan, rendah biaya operasional dan cepat dalam penginstalasiannya. Menurut asumsi umum, biaya tenaga surya akan cukup rendah setelah penyusutan.
Saat ini SHARP telah melakukan instalasi pembangkit listrik tenaga surya di Thailand, Jepang, Kanada, Amerika Serikat, Jerman, Spanyol dan Mongolia. Di Indonesia, SHARP menggunakan solar panelnya untuk menerangi papan reklamenya di Jl. Sudirman Jakarta dan Jl. Tuban, Denpasar, dan membangun photovoltaic tree di Taman Ismail Marzuki.
SHARP berharap dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan Industri Energy Surya di Indonesia, menciptakan energy yang ramah lingkungan dan mampu menjangkau daerah paling terpelosok.
Sekilas Tentang PHOTOVOLTAIC:
Kini SHARP memproduksi kedua panel tersebut Thin-film and Crystalline solar modules. “Khusus Thin-film Solar memiliki fitur unik seperti menggunakan hanya 1 / 100 dari silikon, thin –film melalui proses yang lebih pendek dan tidak menganudung bahan berbahaya bagi lingkungan“ ucap Hiroshi Morimoto Group General Manager, Solar System Development Group Sharp Corporation Japan. Kondisi Indonesia yang memiliki sinar matahari di mana – mana dan sepanjang tahun membuat saya nantinya akan merekomendasikan teknologi ini untuk pasar Indonesia tambahnya.
Teknologi panel surya SHARP memiliki pengalaman untuk menawarkan solusi terbaik dalam meyelesaikan masalah energi. Produk panel surya SHARP mampu mengubah energi dari cahaya matahari menjadi energi tenaga listrik yang ramah lingkungan.
Pembangkit listrik tenaga surya adalah metode kompetitif dengan yang konvensional karena memiliki usia yang cukup panjang dalam penggunaannya, tidak ada bahan bakar yang dibutuhkan, rendah biaya operasional dan cepat dalam penginstalasiannya. Menurut asumsi umum, biaya tenaga surya akan cukup rendah setelah penyusutan.
Saat ini SHARP telah melakukan instalasi pembangkit listrik tenaga surya di Thailand, Jepang, Kanada, Amerika Serikat, Jerman, Spanyol dan Mongolia. Di Indonesia, SHARP menggunakan solar panelnya untuk menerangi papan reklamenya di Jl. Sudirman Jakarta dan Jl. Tuban, Denpasar, dan membangun photovoltaic tree di Taman Ismail Marzuki.
SHARP berharap dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan Industri Energy Surya di Indonesia, menciptakan energy yang ramah lingkungan dan mampu menjangkau daerah paling terpelosok.
Sekilas Tentang PHOTOVOLTAIC:
SHARP sudah memulai R&D yang terfokus terhadap tenaga surya dan memproduksi panel sel surya PHOTOVOLTAIC untuk pertama kalinya di tahun 1959. PHOTOVOLTAIC SHARP telah terbukti dapat diimplementasikan dari luar angkasa sampai rumah seperti pada mercu suar tahun 1966, satelit Jepang tahun 1976, pabrik LCD TV AQUOS Kameyama 1 & 2 hingga kini, dan lainnya. Penggunaan modul SHARP PHOTOVOLTAIC secara meluas dapat mencegah perubahan iklim yang disebabkan oleh global warming. PHOTOVOLTAIC SHARP pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1980an.
Kelebihan PHOTOVOLTAIC SHARP dibandingkan pembangkit tenaga listrik lainnya :
• bersih & bebas polusi
• beroperasi tanpa ada bagian yang perlu dibongkar pasang
• menghasilkan listrik tanpa suara
• hampir tidak memerlukan perawatan
• listrik yang dihasilkan dapat dipergunakan untuk keperluan apapun dan di manapun tidak perlu investasi besar ataupun pengecekan keamanan seperti industri nuklir
• tidak memerlukan biaya transportasi (atau resiko) seperti minyak, batubara, uranium dan plutonium
• awet dan tahan lama