Pada
saat ini manusia telah bergantung terhadap bahan bakar fosil yang sudah
membudaya. Sehingga mulai perlu semua penelitian dan aplikasinya harus
pelan-pelan dialihkan ke sumber energi lain yang terbarukan dan ramah
lingkungan.
Berbagai
penelitian pun sudah dilakukan untuk mendapatkan sumber energi alternatif.
Untungnya di sekitar
kita banyak terdapat bermacam energi alternatif yang dapat dimanfaatkan sebagai
pengganti energi utama atau bahan bakar minyak/fosil. Keuntungan dan kelemahan
penggunaan energi alternatif adalah sebagai berikut :
Keuntungan :
§
jumlahnya
tak terbatas /banyak
§
sumber
energi ini tidak akan pernah habis atau dapat diperbarui (dihasilkan
kembali dalam waktu tidak terlalu lama)
§
tidak
merusak lingkungan, menghasilkan sedikit atau bahkan tidak ada pencemaran
atau gas rumah kaca.
Kelemahan
:
§ menggunakan teknologi
tinggi
§ pembuatannya
memerlukan biaya mahal
§ tergantung
musim/cuaca
Macam macam energi
alternatif/pengganti :
1. Energi
Matahari/Solar Energy
2. Energi Angin
3. Energi
Air/hydropower
4. Energi Panas
Bumi
5. Energi gelombang
Laut/Samudera
6. Energi
Biomassa
Biaya produksi energi alternatif dapat diurutkan sebagai berikut: (sumber IRNA)
1. Energi Air/Hydropower : termurah
2. Energi Angin di darat (on shore) : US $ 0,04 atau Rp 385,2 /kWh
3. Energi biomassa : US $ 0,06 atau Rp 557,8 /kWh
4. Energi Surya di rumahtangga : US $ 0,16 atau Rp 1.540,8 /kWh
Hal ini bisa dibandingkan dengan penggunaan energi fosil dengan biaya produksi US $ 0,06
(Rp577,8) hingga US$0,12 (Rp1155,6)/kWh di luar biaya transmisi dan distribusi.
Biaya produksi energi alternatif dapat diurutkan sebagai berikut: (sumber IRNA)
1. Energi Air/Hydropower : termurah
2. Energi Angin di darat (on shore) : US $ 0,04 atau Rp 385,2 /kWh
3. Energi biomassa : US $ 0,06 atau Rp 557,8 /kWh
4. Energi Surya di rumahtangga : US $ 0,16 atau Rp 1.540,8 /kWh
Hal ini bisa dibandingkan dengan penggunaan energi fosil dengan biaya produksi US $ 0,06
(Rp577,8) hingga US$0,12 (Rp1155,6)/kWh di luar biaya transmisi dan distribusi.
Kebijakan
Pengembangan Energi Terbarukan dan program listrik dari Biomassa
Dengan visi yang dicanangkan
2025, pemerintah Indonesia berkomitmen meningkatkan penggunaan energi
terbarukan sampai 25 persen dari keseluruhan konsumsi energi pada 2025, dengan
demikian sektor energi diharapkan dapat memberi kontribusi 5,13 persen terhadap
target pengurangan emisi nasional.
Pengembangan program biomassa
untuk listrik menurut ESDM diakukan interkoneksi dengan jaringan PT Perusahaan
Listrik Negara (PLN persero).Bahan bakunya memanfaatkan limbah industri
pertanian misalnya limbah padat dan cair pabrik kelapa sawit. Limbah industri
tapioka dan sampah kota. Pada Tahun 2011 telah tersambung 23 Megawatt (MW), dan
tahun 2012 ditargetkan meningkat menjadi 61 Megawatt (MW) pembangkit yang
tersambung ke jaringan PLN.
Sementara dalam skala kecil untuk program energi
perdesaan, dikembangkan pembangkit dengan kapasitas 100 MW, dimana saat ini
sudah dilakukan pengembangan di lima lokasi di Riau. Namun, dalam
pengembangannya terkendala persoalan terutama pengelolaan dan pengoperasian
oleh masyarakat.
Peraturan ESDM tentang Energi
Guna mendorong
pengembangan energi baru terbarukan berbasis biomassa, diterbitkan Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) no.4 tahun 2012 terkait
kebijakan feed in tariff yang meliputi nilai pembelian per Kwh berdasarkan
kelas koneksinya ke tegangan menengah atau ke tegangan rendah,nilai insentif
dan sebagainya .
Pemerintah telah mengatur dengan cukup detail pembelian
hasil listrik ke PLN untuk 2 sumber energi terbarukan yaitu Energi Panas Bumi
dan Energi Biomassa, sedangkan untuk energi surya, angin yang potensial
bisa dilakukan mandiri untuk perumahan dan perkantoran belum didukung
aturan dan peralatan "net metering" yang dapat mengurangi penggunaan
batubara oleh PLN.
Biomassa
dapat digunakan untuk menghasilkan listrik dan sebagai bahan bakar untuk
pembakaran di pabrik semen, diubah menjadi cairan untuk bahan bakar transpor
atau untuk memproduksi produk lain yang mengurangi penggunaan bahan bakar
fosil.
Kerjasama dengan negara
lain
Finlandia mengajukan
kerjasama dengan menghibahkan 4 juta Euro di bidang PLT biomassa di Prop.
Kalteng dan Riau, Korea Selatan juga
bekerjasama di bidang PLT biomassa di Gorontalo. Rusia dan Australia
tertarik mengembangkan PLT biomassa (jerami+sekam padi) di Sergai, Sumut,
sedangkan China tertarik
menggunakan limbah cangkang kelapa sawit. Estonia tertarik
mengembangkan pasir minyak dan biomassa. Denmark mendukung
program efisiensi dan konservasi energi di Indonesia dengan memberikan dana
US$10 juta untuk program 4 tahun. (tempointeraktif.com)
Potensi Biomassa di Indonesia
Menurut Kementerian ESDM, Indonesia mempunyai potensi
biomassa sebesar 885,2 juta Gigajoule (GJ)
pertahun yang diperoleh dari potensi kalori
sebesar itu diperoleh diantaranya jenis limbah peremajaan kebun karet (496,0
juta GJ pertahun), sisalodging (11,0 juta GJ
pertahun), limbah industri penggergajian kayu (10,6 juta GJ pertahun), tandan
kosong kelapa sawit (15,4 juta GJ pertahun), sabut sisa kelapa sawit (35,3 juta
GJ pertahun), cangkang buah sawit (17,2 juta GJ pertahun), bagas tebu (78,0
juta GJ pertahun), sekam padi (179,0 juta GJ pertahun), tempurung kelapa (18,7
juta GJ pertahun) serta sabut kelapa (24,0 juta GJ pertahun).
Sampai triwulan ketiga 2012, data PLN menunjukkan 50 persen listrik nasional dibangkitkan dari batubara, dan untuk geothermal 5 persen lainnya berasal dari BBM, gas dan Hydropower. Khusus untuk untuk wilayah Jawa-Bali, 62 persen pembangkit berbahan bakar batubara dan geothermal menyumbang 6 persen.Pelanggan rumah tangga yang telah teraliri litrik baru 73 persen, sehingga masih lebih dari 12 juta rumah tangga di Indonesia belum teraliri listrik.
PEMANFAATAN ENERGI BIOMASSA
Agar
biomassa bisa digunakan sebagai bahan bakar maka diperlukan teknologi untuk
mengkonversinya. Terdapat beberapa teknologi untuk konversi biomassa, Teknologi
konversi biomassa tentu saja membutuhkan perbedaan pada alat yang
digunakan untuk mengkonversi biomassa dan menghasilkan perbedaan bahan bakar
yang dihasilkan.
Secara umum teknologi konversi biomassa menjadi
bahan bakar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu pembakaran langsung, konversi termokimiawi dan konversi biokimiawi.
Pembakaran langsung merupakan teknologi yang
paling sederhana karena pada umumnya biomassa telah dapat langsung dibakar yang
menghasilkan bahan bakar padat(arang).
Beberapa biomassa perlu dikeringkan terlebih
dahulu dan didensifikasi untuk kepraktisan dalam penggunaan. Konversi
termokimiawi merupakan teknologi yang memerlukan perlakuan termal untuk memicu
terjadinya reaksi kimia dalam menghasilkan bahan bakar padat dan cair.
Sedangkan konversi biokimiawi merupakan teknologi konversi yang menggunakan
bantuan mikroba dalam menghasilkan bahan bakar cair(ethanol) dan gas.
Pro dan Kontra Energi Biomassa
Tergantung dari studi penelitian ilmiah yang Anda baca, biomassa menghasilkan jumlah karbon dioksida yang hampir sama dengan bahan bakar fosil. Namun, pada biomassa, tidak beracun bagi tanaman yang menyerap karbon dioksida, guna menciptakan keseimbangan karbon di udara, tidak seperti polusi bahan bakar fosil yang berbahaya bagi lingkungan.
Kekurangannya adalah, bahan bakar biomassa lebih mahal untuk menghasilkan listrik daripada menggunakan gas alam atau batubara. Oleh karena itu, para ilmuwan terus berusaha mencari cara untuk menyederhanakan prosesnya sehingga energi biomassa lebih terjangkau.
Jika bahan bakar biomassa dapat dibuat lebih murah, maka seluruh dunia akan menuai keuntungan karena lahan tempat pembuangan sampah menjadi berkurang dan juga menurunnya efek rumah kaca. Hal ini merupakan sesuatu hal baik yang akan menyebabkan reaksi berantai yang positif.
Misalnya, dengan mengurangi pembuangan sampah, ada sedikit peluang bagi polutan untuk bocor ke tanah dan mencemarinya. Udara lebih bersih karena produksi biomassa akan berada dalam sistem yang terkendali dan dapat dipastikan jumlah residu yang terkandung di biomassa. Produksi biomassa juga akan menciptakan lapangan kerja tambahan dan meningkatkan perekonomian di daerah-daerah tempat produksi listrik tersebut.
Intinya adalah bahwa energi biomassa menjadi alternatif yang lebih menarik sebagai sumber listrik. Dampak terbesarnya ada di negara-negara berkembang serta orang-orang yang tinggal di daerah terpencil dan tidak memiliki sumber daya gas alam dan batubara, mereka bisa menikmati pasokan energi yang lebih memadai. Selain itu, dengan adanya produksi biomassa di negara-negara ini, maka akan terbuka lapangan kerja baru dan meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat.
Dalam waktu dekat, cadangan sumber daya alam seperti batu bara dan gas alam akan semakin tipis. Ketika hal itu terjadi, energi biomassa akan menjadi salah satu sumber energi terbarukan yang layak untuk menghasilkan listrik, keperluan transportasi dan energi di rumah.
Biomassa biasanya diukur dengan berat kering. 0,5 persen pasokan listrik di Amerika Serikat berasal dari perusahaan pembangkit listrik biomassa.
Biomassa biasanya diukur dengan berat kering. 0,5 persen pasokan listrik di Amerika Serikat berasal dari perusahaan pembangkit listrik biomassa.
Persaingan Penggunaan Biomassa dengan Kegiatan Lain
1. Pabrik Semen
Pabrik semen dalam rangka pencitraan ramah lingkungan, efisiensi dan pegurangan ketergantungan dari batubara yang harganya naik turun, telah menggunakan limbah pertanian dan sampah untuk bahan bakarnya. Kelebihannya, abu dari hasil pembakaran dapat dicampurkan ke bahan semen sehingga tidak ada limbah yang tersisa. PT Semen Gresik (Persero) pada 2013 menargetkan kenaikan penggunaan bahan bakar alternatif sekam padi untuk 4 unit pabrik semen di Tuban milik BUMN itu menjadi 3% dari kebutuhan bahan bakar batu bara rata-rata 2.000 ton per hari .Jadi kebutuhan sekam kira kira 60 ton/hari. sekam dan jerami didapat dari tiga wilayah kabupaten (Lamongan, Tuban dan Bojonegoro).
2. Pabrik Bata Merah dan Tembikar Tradisional
Masyarakat pengrajin batubata sangat tergantung pada sekam padi untuk pembakarannya. Karena harga kayu bakar yang mahal. Penggunaan atau pembelian sekam padi oleh pabrik semen atau pembangkit listrik dari biomassa akan menyebabkan harga sekam menjadi naik yang berdampak matinya industri kecil tersebut.
3. Pabrik Kelapa Sawit
Limbah sawit yag berupa cangkang buah sawit, sabut sisa kelapa sawit disamping digunakan untuk pupuk juga digunakan untuk bahan pembakaran minyak sawit. Kemungkinan seluruh produk limbahnya akan dikelola sendiri oleh pengusaha sawit dan petani setempat.
4.Pabrik Pengolahan Kayu
Limbah pengolahan kayu seperti bubuk penggergajian telah banyak dimanfaatkan oleh pabrik anti nyamuk dan untuk bahan papan MDF sehingga terpakai habis yang ada di kilang pnggergajian.Penggunaan limbah bubuk penggergajian untuk bahan bakar etanol masih dirasa lebih mahal dibandingkan harga BBM.
KESIMPULAN
Dengan kondisi tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Penggunaan biomassa untuk pembangkit listrik agar operasionalnya kontinyu perlu Mempertimbangkan dukungan pemasokan bahan baku yang juga harus kontinyu dan harganya cukup bersaing dengan kegiatan lain yang telah ada.
2. Dalam suatu penetapan lokasi pembangkit listrik biomassa di suatu daerah perlu perencanaan jangkauan area pemasok bahan baku dengan mempertimbangkan radius pemasok bahan baku kegiatan lainnya. Masing masing pabrik atau kegiatan akan mempunyai jangkauan jarak pasokan yang ekonomis, sehingga tidak terjadi tumpang tindih yang menyebabkan kenaikan bahan baku.
3. Pengelolaan pembangkit listrik di dekat pembuangan sampah perlu dikelola swasta berupa PT, CV atau semi swasta berupa yayasan, Koperasi atau LSM. Pengalaman yang lalu, adanya alat pembakaran sampah (incinerator) di beberapa kota yang didanai loan Bank Dunia & ADB yang dikelola Pemda, banyak yang gagal disaat pengelolaan biaya operasional dan SDM yang sering pindah posisi kerjanya.
4. Bagi proyek listrik biomassa yang didanai pemerintah Pusat perlu adanya pendampingan konsultan yang dilakukan selama proses awal pelaksanaan sampai 1 tahun operasional.
5. bahan bakar biomassa lebih mahal untuk menghasilkan listrik daripada menggunakan gas alam atau batubara .Untuk itu perlu pertimbangan kesesuaian lokasi yang tepat.
6. Peraturan Kementerian ESDM telah cukup detail mengenai pembelian hasil listrik ke PLN untuk 2 sumber energi terbarukan yaitu Energi Biomassa dan energi panas bumi, sedangkan untuk energi surya, angin yang potensial bisa dilakukan mandiri oleh perumahan dan perkantoran belum didukung percepatan aturan dan peralatan "net metering" yang dapat terkoneksi dengan PLN untuk efisiensi biaya baterai penyimpanan listrik dan mengurangi penggunaan batubara oleh PLN.
7. Hasil produksi gasifikasi biomassa dalam bentuk bahan bakar cair perlu dikaji lebih lanjut kelayakan nilai jual dan faktor pemasarannya, karena mengingat banyak produk sejenis berupa bahan bakar ethanol tidak dapat diserap pasar. Harga lebih mahal dari premium dan masyarakat belum terbiasa dengan energi tersebut,masih perlu adanya sosialisasi.
(Edhi Budiharso, PL-ITB ph:081310180235, Freelance Consultant, Pengamat Teknologi Energi-TeknoTrek) masukan untuk pembahasan tantangan dan peluang implementasi teknologi gasifikasi biomassa di "Lokakarya Bionenergi " di ITB, Bandung 5-6 Desember 2012